Filosofi Film “Mother!”

​Come on! Gimana bisa dia dapat rating buruk? I think this is the best film I watched this year! I could rate it 9 out of 10! Gabungan tema aneh tapi elegan.

—-
[Opinion]
Saya rasa memang bagi kebanyakan orang bakal sedikit susah diterima karena ada beberapa unsur yang memang mendalam. Kalau dikaitkan dengan common sense, tentu film ini bukan film umum, nggak masuk akal, nggak ngerti maksudnya, telalu aneh dan rumit.

Seperti adanya unsur pemahaman akan “Him” yang jika dipahami sebagai “Tuhan” saja maka yang didapat dari film ini hanya seperti apa yang diperlihatkan–dia menulis suatu sabda dan diikuti banyak orang, dsb. Namun jika memahami “Him” sebagai “universe” maka pemahaman, bagi saya, akan menjadi: Dia adalah energi yang ada untuk membuat siklus hidup terus berjalan, hancur, kembali lagi, dsb.

Sama halnya dengan “Mother” yang bagi kebanyakan orang mungkin diartikan sebagai “bumi” saja, namun lebih dalamnya dia adalah sebuah dimensi, sebuah era yang tidak terikat ruang dan waktu. Dan rumah yang bukan hanya “rumah”, namun lebih dalamnya adalah peradaban. Dan dia hidup (karena sesungguhnya semua yang terjangkau oleh indra itu hidup, jika kau memahami). Juga orang-orang yang datang bukan hanya “tamu” atau “strangers” tapi lebih dalamnya adalah makhluk berinteligensi yang menghuni suatu planet dan merasa seolah-olah merekalah yang berkuasa.

Banyak elemen dan dialog yang tajam dan mendalam, tapi tetap bisa dinikmati selaras dengan grafisnya. Dan mengenai anonimitas para tokoh, saya rasa hal itu justru ide yang brilian dari sutradara–dan penulis. Dengan “ketiadaan” hal material seperti nama, sangat menguatkan esensi film ini. Terlebih sudut pandang kamera yang sangat banyak POV ke Mother, membuat penonton merasa lebih masuk ke dalam jiwa Mother sendiri. Menyelami betapa kalut batinnya dan bingung dengan perilaku orang di sekelilingnya. Scoring yang tidak terlalu meriah menambah poin plus. Semuanya sangat presisi dan merasuk, namun perlu diperhatikan jika ada beberapa adegan gore dan pembantaian di akhir meskipun sedikit porsinya. Sayang film ini tidak diputar di Indonesia. Padahal justru kita butuh film sentilan macam ini.

Nb: Dan dengan ending song “The End Of The World”-nya Skeeter Davis yang digubah ulang dengan musik sunyi di akhir, melengkapi kepuasan saya akan film ini!
—-
[The value I got]
Pesan yang sangat bagus. Di mana manusia begitu saja menghancurkan, merusak, menguasai bumi setelah “Sang Ibu Bumi” susah payah mengobati diri sendiri. Kata-kata saat sekelompok orang merusak properti: “kami ingin menandai keberadaan kami di sini!” sangat menggambarkan bagaimana manusia merasa “paling memiliki” bumi ini. Dan digambarkan bagaimana ruh semesta, Ibu Bumi, mampu memperbaiki diri sendiri setelah semua kerusakan akibat ulah manusia dan, sekali lagi, Ibu Bumi “memaafkan”. Dia bersiklus dan terus begitu, tapi “para tamu” tidak pernah sadar, merasa yang terbenar dan memiliki. Hingga Ibu Bumi sekarat, barulah memohon ampun, memberi hadiah, ritual, namun sudah terlambat.
—-
Ohya, NB lagi. Bagi saya yang punya karya “Diner With Philosophy”, agaknya tema ini sangat familiar dan similar sebenarnya. Sehingga saya punya banyak hal “nyes” saat dan setelah film diputar. 😊

Dec 31st 2017, 02.00 am.

Leave a comment